GOLF UNTUK RAKYAT
Data buku kumpulan puisi
Judul : Golf untuk Rakyat
Penulis : Darmanto Jatman
Cetakan : I, April 1994
Penerbit : PT. Bentang Intervisi Utama, Yogyakarta.
Penyunting : Mustofa W Hasyim
Desain grafis : Buldanul Khuri
Ilustrasi cover : Lukisan Kaca Sulasno
Tata Letak : Dwi Agus M dan Heppy L. Rais
Tebal : xv + 180 halaman (65 judul puisi)
“Untuk istriku, ibu
sajak-sajakku,” halaman persembahan, Darmanto Jatman.
Buku ini merangkum 5 kumpulan puisi, yaitu Bangsat (12 puisi), Sang Darmanto (12 puisi), Ki Blakasuta Bla Bla (19 puisi), Karto Iya Bilang Mboten (12
puisi), dan Golf untuk Rakyat (10 puisi)
Beberapa pilihan puisi Darmanto Jatman dalam Bangsat
Hhaattssyyii!!
ah kau, waktu, proses, musim
puisi
perkara menjadi tua – kita tak bisa apa-apa kecuali
diam
tunggu
dan saksikan
betapa jelita daunan memasrahkan diri pada sejarah
melepaskan mahkotanya satu demi satu
dalam sentuhan angin musim gugur
wah. jangan biarkan dia
menyikatku
jangan biarkan dia
aduh!
sang maha
berikan padaku segenggam
kuasamu
dan aku akan menghentikan musim
tapi jangan biarkan dia
menyikatku
jangan biarkan dia
dan pada pagi musim semi ini
kukonyokan diriku dengan mengawasimu, dewiku
di lereng-lereng waahila ridge
menciptakan bayangan naga
serta menggambarnya bagai phoenix
(terkesiap sulapanmu biji kaget jadi tunas)
psst, jangan gusar
just watch
bagaimana detik melenyap
menjadi abadi
ah. mambang dari mimpiku
mari ku-make-up kau
kubikin berseri cemberut
mukamu
aduh!
sang maha
berikan padaku segenggam
kuasamu
dan aku akan menghentikan
langkah waktu
o. stop waktu! stop!
aku saksikan bidadariku
tersenyum
stoop!
(namun kau tokh lenyap
tak ada rumput terbungkuk
tak ada tangkai terpetik
tak ada embun napas
tak ada
apalagi monumen
pertanda bahwa kau pernah berdiri di situ
tersenyum)
-- hhaattssyyii!!
a. saksi. Saksi
setidak-tidaknya aku bisa pakai saksi-saksi
tapi siapa
kalau tak seekor naga pun (dari lembah kang auw itu)
kalau tak seekor phoenix pun (dari gunung tay san itu)
sah jadi saksi bagi kehadiranmu
dim
dim
dim
--
sementara pada kelir waktu
di bawah cahaya blencong
di atas suluk dalang
tancep teratai
tanpa gamelan
tanpa.
Coro Lu! Maki Chef itu pada Sang Coro
gee!
ia am at mama mia restaurant
now
makan pizza bersama satu dua
coro yang lain:
-- umar kayam, tukang cerita,
orang indonesia, dulu birokrat
terpercaya
-- harsono tarupraceko, dr.
ir. msie dari itb, orang indonesia,
bekas
priyayi surakarta
-- ronny adhikarya, junior
researcher, orang indonesia, pernah
dapat
pacar cina singapura
serta
-- darmanto jt, dulu tukang
bual, besok tukang bual, sekarang
lagi
membual…, namun demikian, kepadanya cuma aku
menujukan rasa terima kasihku kerna cuma dia yang mem-
bawaku pergi dari dunia tuaku: dunia tahi, kencing, ko-
toran
dan macet
ke
suatu dunia yang selalu mengalir, indah, dan bijak
(aku
warga w.c. hale manoa
setelah berhari-hari berpikir dan beragu-ragu
kuputuskan
untuk melekat erat pada bahu darmanto)
waw! what a wonderful world!
what a world of color!
what a world of song!
aku sungguh tersentak dan terribly shocked
pada petualangan pertamaku:
dewaa. dewaa. duh
indah betul dunia manusia!
(to darmanto, my savior
kuserahkan nasibku yang
sebusuk kentut kera
dan biasa dimaki: bangsat!
sambil dibunuh dengan semena-mena
-- aku rela
you
are my messiah, musa yang memimpin ziarahku dari
negeri coro ke pizza)
wirr
i am at mama mia restaurant
now
nunggui pasangan main cinta di
meja seberang
gugup seperti sahabatku – rita
si ratu coro – di pojok w.c. suatu hari
mendengar cumbuan pacarnya,
yang serem lagi asyiik:
i’ll fuck you good sweetie
sambil tak habis
menggosok-gosokkan sungutnya.
dengan malu aku memutar
leherku di pundak darmanto
bersama-sama dia membaca
plakat kaum pacifist di tembok:
-- “in case of atomic
war”
At
the time you see the funguslike cloud
please follow these instructions
:
close your window
do
your hair
wear
your black suit
don’t
forget to put on your shoes
then,
kiss your ass goodbye!
diancuk!
bukan main jenaka sekarat mereka
makhluk-makhluk suarga ternyata
sama saja konyolnya dengan coro-coro hale manoa
minta ampun
aku mau muntah
ho-oiiik!
i lay high in a somnambulistic dream
demam coro yang malang kepukul wishful thinking
tentang dunia cantik yang barangkali, mungkin,
-- bahkan hampir saja bisa diciptakan
aku menatap bengong bagaimana
para indonesian sholar itu
makan pizza yang besar, wangi,
hangat, apalagi bundar
minum bir sambil main saling
puji:
--
wah. kalau mas kayam sih… (jempol!)
--
rak. rak. yen kowe pujonggo tenang… (c’est magnifique)
--
a. a!
kakekane!
tak layakkah aku muntah cuma
karena aku coro?
(aku rela saja mati
asal kudapat hakku untuk jijik
tak ada lagi alasan bagiku
untuk hidup
sudah kusaksikan semesta
kucoba resapkan bagaimana
demokratiknya para so called intellectuals)
tiba-tiba
the band stings my ears
musik yang kusuka
lagu cowboy yang biasa dinyanyikan
saviour
-- ku selagi ia menggembala dari atas closetnya:
-- i’ll fuck a woman
i’ll fuck a woman
i’ll fuck a woman!
aku loncat ke meja
-- sorry darmanto
aku sangat lapar
darmanto tersenyum
barangkali ia senang sungut
antenaku, atau sayap mosaikku,
atau mata intanku atau
barangkali kepalaku yang terlalu kecil
dibanding badanku
-- silahkan!
katanya
-- waw! you
are really the democrat sir.
-- fantastik!
coro sama derajat dengan manusia
keliling meja makan pizza
-- hmm, ck ck ck. nice
hmm. ck. ck. ck. great
waw what a darmanto!
tapi tiba-tiba
seperti cendawan bom atom
tangan umar kayam yang besar
mengembang di atasku
-- oh. no. don’t!
aku mencoba meloncat
tapi ideku memaksaku tetap
duduk
menjadi martir!
membuktikan mungkinnya demokrasi!
menentang apa yang mereka bilang kodratku –
dengan kemauan!
kurang ajar!
-----------------
ah. darmanto
sebentar lagi aku mampus
goodbye mein herr
goodbye
auf wieder sehen
aloha!
Beberapa pilihan puisi Darmanto Jatman dalam Sang Darmanto
Memandang Padang Alang-alang pada Suatu Malam
Tiada kusaksikan sesuatu
Waktu aku menatap jauh
kepadamu
Angin membunyikan suara tak tentu
Meraba bibirku:
Ia seolah bisikan
Ia seolah nyanyi
Sebab aku tak boleh berdusta
Maka kubilang padamu:
Ia hanyalah angin yang
menyentuh bibirku belaka
(Wah. Aku sudah cemas
Kalau-kalau aku bilang itu
peri
Padahal sekadar ilalang yang
berayun
Sentuh-menyentuh pucuk ke
pucuk).
Namun daripada kita diam
Ayo kita nyanyikan bukan dusta
dari nenek moyang kita
Sir sir pong dele gosong
Sir sir pong dele gosong
Tentu bukan dusta
Sebab sebagai kata mereka:
Itulah milik kita yang sah
Yang telah diuji dan diasah
oleh sejarah.
Tiada kudengar sesuatu
Waktu aku menilingkan
telingaku kepadamu
Angsa-angsa berbaris di bawah bulan
Mendongak-dongakkan kepala secara serempak:
Seolah menjerit
Seolah menari
Namun
Sebab aku tak boleh berdusta
Maka kubilang padamu:
Mereka tentu tidak minta
keajaiban
Dari terang bulan menuju ke
hujan
(Wah. Sulaiman
Wah. Anglingdarma)
Sungguh
Tiada kudengar
Tiada kusaksikan
Riuh rendah
Karnaval topeng-topeng
(Namun toh terasa
gemuruh yang menyesak
gemerlap yang me…….
Haii!
Siapa yang paling bodoh
Copot topengmu!
Buka suaramu!
Dan tiba-tiba:
Wah!
Tuhan tersipu-sipu di muka kita
Tapi
Siapakah Dia?
Menghadap-Mu Pagi Ini
24 huruf
bersijingkat
membentuk semboyan-semboyan
yang bijak
aku pun paham
bermula dari-Mu pula
lahir suara dan tanda
dan Kata
dan Aku
Serempak nyanyi
Serempak bersorak
Dan aku pun rebah!
Beberapa pilihan puisi Darmanto Jatman dalam Ki Blakasuta Bla Bla
Kuyup dalam Kabut
Pablo Neruda:
Sekali pernah aku
jemu jadi manusia
Tubuhku mengerang kena selesma
memerah regangkan seluruh jaringan urat syarafku
terasa nyaring nyanyi pedih
dan jerit tunggal yang kelu di mulutku:
Gusti!
Menggigil aku oleh lesu
dan sunyi yang menyusut umur
kanak-kanak yang cengeng
nelangsa
distrap ibu.
(Sementara pendaftaran kuliah mesti dikerjakan
Traveller’s cheque mesti diuangkan
Tempat tinggal mesti dicari
-- Aku mengerang
Dan lantai hotel
serasa diombang-ambingkan)
(O. rupiah, O Poundsterling
Tegakah paduka membiarkan beta
O. terkaing-kaing?!)
Diam-diam
Cuaca membeku
Nol derajat minus
Dan aku menggapai
Kelu
Bla Bla
kayak rayap orang-orang london
ngerubung liang-liang subway
pating kruntel madhumani,
mombasa, guillermo, sontoloyo
dan mereka terus juga nyeloteh:
yes sir
bla bla!
no sir
bla bla!
orang-orang london terus juga
gemrenggeng
rambut-rambut pirang,
kepala-kepala botak, kribo-kribo
sari, sweater, jacket, jumper
berdesak-desakan.
bla bla!
terus juga mereka merayapi
pintu-pintu,
escalator-escalator, tangga-tangga
dengan sepatu booty, lenvin,
bally, cardin
bla bla!
sementara angin menggoyangkan daunan
di highbury barn
kabut menyembunykan bola
dari kaki-kaki yang kemudu-kudu nendang
dan bunga-bunga untuk para wreda
hilang dari halaman-halaman gereja
(om rep sidem permanem)
bla! bla!
madhumani, ovum, jelly,
kontrasepsi
daging, kapas, kulit
sampah yang didorong lori dari
highbury
ke euston, oxford, piccadilly
sampah
cuma
junk junk!
rubish
cuma
pah pah!
cuma
daging
cuma
kulit
cuma
tulang
bla! bla!
sampai soho
sirna jadi sunya ruri
boom o ya ta ta!
Museum
we’re captive on carousel of time
can’t return we can only look behind
- joni mitchell
Sejarah mampat di sini
Audzubillah baunya!
Tubuh berpeluh para budak Zimbabwe
bagai lembu
rom tom tom tom
kelu!
Tubuh berlumur darah Abraham Lincoln
tam tam tam
begitu kejam
paduka!
Asap kanon
dan asap pabrik,
Asap dupa
dan asap tembakau
-- Alangkah bedanya ya Allah!
Di mana bau sedap masakan cina:
Wan Tun, Chop Suey:
Di mana bau wangi plumeria:
Di kubur
Atau di rambut ni Roro Mendut.
Anganku menyeludup ke kamar, kasur,
mata angan-angan
Ke mana nenek moyang kita
merangkak bagai kura-kura
Geyang, geyong, geyang.
(Sementara di Yogya misalnya,
Para mahasiswa pada ndangdutan
Sambil sesekali sesenggakan:
Nganggo payung semplok
Londo ira ilok
Tunggu kraton bobrok!)
So slow. So slow
Sontoloyo!
Dan tiba-tiba
1945
Tentara sekutu menyerbu
Surabaya
Welha. I was just three dear,
dear
Dan jendral Mallaby mati!
Aye. I was innocent man!
Dan tentara-tentara gurkha berguguran!
I do regret, yes, I do regret.
Union Jack yang telah menghias
sepatu Sri Ratu
ketika Inggris masih
memerintah samudera
sekarang cuma terpampang di
sini: Di Museum!
Sementara jamur dan lumut
asik ngrikiti keutuhannya.
Yuhuu yang telah dikibarkan di tiang perahu
Yippee yang telah diteriakkan dari menara stadion
Bravo yang telah didengungkan dari puncak pabrik
Perahu stadion, pabrik yang telah dibangun di pucuk meriam
Ternyata telah dibangun di atas daging tulang
Hitam keriting
Sipit kuning
Coklat melarat
Lhailah!
Di antara bussy misty pussy of
history
Di pojok museum London
Aku terhenyak: Di manakah aku
dalam pesta sejarah ini?
Come on darling
Where are your footprinsts?
Sementara beribu-ribu orang yang
melambai-lambaikan Union Jack mereka
menyerbu stadion sepak bola
Lenyap. Tak ada bekas-bekas tapak kaki mereka.
Sambil duduk
Paul Mc Cartney mendendangkan lagunya:
Mull of Kyntire
Lihatlah. Betapa santainya
Calon pengganti patung Nelson di atas menara
Trafalgar?!
Isteri
isteri mesti digemateni
ia sumber berkah dan rejeki
(Towikromo, Tambran, Pundong, Bantul)
Isteri sangat penting untuk
ngurus kita
Menyapu pekarangan
Memasak di dapur
Mencuci di sumur
mengirim rantang ke sawah
dan ngeroki kita kalau kita
masuk angin
Ya. Isteri sangat penting
untuk kita
Ia sisihan kita,
kalau kita pergi kondangan
Ia tetimbangan kita,
kalau kita mau jual palawija
Ia teman belakang kita,
kalau kita lapar dan mau makan
Ia sigaraning nyawa kita,
kalau kita
Ia sakti kita!
Ah. Lihatlah. Ia menjadi sama penting dengan
kerbau, luku, sawah dan pohon
kelapa.
Ia kita cangkul malam hari dan
tak pernah ngeluh walau cape
Ia selalu rapih menyimpan
benih yang kita tanamkan dengan rasa
sukur; tahu terima kasih dan
meninggikan harkat kita sebagai lelaki.
Ia selalu memelihara anak-anak
kita dengan bersungguh-sungguh
seperti kita memelihara ayam,
itik, kambing atau jagung.
Ah. Ya. Isteri sangat penting
bagi kita justru ketika kita mulai
melupakannya:
Seperti lidah ia di mulut kita
tak terasa
Seperti jantung ia di dada kita
tak teraba
Ya. Ya. Isteri sangat penting
bagi kita justru ketika kita mulai
melupakannya.
Jadi waspadalah!
Tetep, madep, manteb
Gemati, nastiti, ngati-ati
Supaya kita mandiri, perkasa dan pintar ngatur hidup
Tak tergantung tengkulak, pak dukuh, bekel atau lurah
Seperti Subadra bagi Arjuna
makin jelita ia di antara maru-marunya;
Seperti Arimbi bagi Bima
jadilah ia jelita ketika melahirkan jabang tetuka;
Seperti Sawitri bagi Setyawan
Ia memelihara nyawa kita dari malapetaka.
Ah. Ah. Ah
Alangkah pentingnya isteri
ketika kita mulai melupakannya.
Hormatilah isterimu
Seperti kau menghormati Dewi Sri
Sumber hidupmu.
Makanlah
Karena memang demikianlah suratannya!
-- Towikromo
Memahami sebuah puisi berarti memahami keseluruhan isi dan komponen
yang membangun puisi tersebut. Hal ini juga berlaku pada kajian yang dilakukan
pada puisi Isteri karya Darmanto Jatman. Secara klasikal puisi Isteri ini
berisi gambaran sosok istri bagi seorang suami. Dengan sanjungan-sanjungan yang
menawan, akulirik mampu memberikan nuansa estetis dalam pengungkapan sosok
istri yang digambarkan dalam setiap lariknya. Petuah-petuah yang diusung dalam
setiap jalinan baitnya pun mampu memberikan intuisi yang berbeda bagi para
pembacanya. Akulirik menggambarkan peran istri sebagai sosok yang sangat
penting dalam mengurus keluarga, ia mampu melakukan pekerjaan rumah tangga dengan
cekatan seperti menyapu pekarangan, memasak di dapur, mencuci di sumur,
mengirim makanan ke sawah dan merawat suami ketika masuk angin. Akulirik pun
menempatkan istri dalam zona sentral dalam kehidupannya. Hal ini tergambar
dalam kutipan larik berikut, /Seperti lidah ia di mulut kita/tak terasa/Seperti
jantung ia di dada kita/tak teraba/. Kutipan tersebut menggambarkan ungkapan
betapa berharganya sosok istri bagi kehidupan akulirik, melalui perumpamaan
yang dianalogikan dalam sebagian tubuh manusia, makna tersebut semakin
menunjukkan posisi penting istri sebagai bagian hidup yang dibiaskan dalam
sebagian ragawi akulirik. Dan hal yang paling penting dari puisi Isteri ini
adalah amanat yang begitu dalam tentang petuah untuk menghormati dan menghargai
peran istri dalam hidup kita.
Sekarang Bahwa Aku Merasa Tua
Know the limitation
Suffered thou not!
Sekarang bahwa aku merasa tua
Memandang pohon-pohon
berdaunan
Kenapa aku mesti bertanya:
Sudahkah tiba saatnya
Belalang menetas dari telurnya
Kupu terbang meninggalkan
kepompongnya?
Memandang kupu beterbangan
Belalang berloncatan
Kenapa mesti aku bertanya:
Bukankah akan tiba saatnya
Belalang terbang
Kupu berloncatan?!
Sekarang bahwa aku merasa tua
Nyinyir aku bertanya-tanya
Kenapa anak-anakku mesti
menjadi tua
Dan suatu hari juga nyinyir
bertanya-tanya:
Kramaleya jadi admiral
Kenapa bukan Blakasuta
-- Kromo
belang hidungnya
Waktu kecil ditanduk domba
-- Bloko
minggat waktu kecilnya
Ngomong benci sama bapaknya
-- Leyo
nggembala di gunung kapur
-- Suto
nanem padi di sawah lumpur
Ah. Ah. Ah
Sekarang bahwa aku merasa tua
Tak bisa lagi kubayangkan
tingkah si Blakaleya
Pergi ke kota
Sekolah Belanda
Nghamili Bawuk
Tapi nikahi Pinten
Hmm
Sekarang bahwa aku merasa tua
Bukankah tak layak aku
bertanya-tanya?!
Tapi nalar bedebah ini
Borok bagi baksil-baksil busuk
Bisakah ia berkawan dengan api
Yang membakar padi dan domba?
-- Tentu
saja kita tak bisa hindari mati, katamu
Tapi bukankah ada cara mati yang mulia? katamu pula
Sekarang bahwa aku merasa tua
Gemetar tanganku nyentuh
bibirmu
Istri yang tua
Bijak dan setia
Taka ada lagi asmara untuk
kita bagi berdua
Hanya tinggal angan-angan
Menetes pada kedua telapak
tangan kita.
Ah. Ah. Ah
Sekarang bahwa aku merasa tua
Aku tahu ada limit waktu bagi
kita
Ada batas kalori jatah kita
Yang habis kita bakar sia-sia
Waktu kau purik
Dan aku berjina
Sebab bukankah bunga-bunga
tulip yang mekar di luar
Tak bermaksud menyuramkan
hyacinth yang kupelihara di kamar?
-- Tapi
kenapa mesti tanganku gemetar
Ngusap wajahku yang makin tua
Yang sungguh mati bukan urusanku?!
Dan sekarang bahwa aku merasa
tua
Kenapa terus juga aku nyinyir
bertanya-tanya
Sementara jawabnya dulu telah
lama kauberikan
Waktu kau bersimpuh di kakiku
Yang lumpuh oleh beribu
perkara
-- Ya. Ya.
Kita pernah muda.
Ah. Ah. Ah
Sekarang bahwa aku merasa tua
Tertatih –tatih aku
Bahkan tak bisa menyuapkan
nasi ke mulutku
Baru aku tahu
Bahwa aku hanya telah hidup
karena kebaikanmu!
Karena tubuhmu, sawah yang
siap dicangkul
Dan bukan karena
lengan-lenganku yang perkasa
Karena hatimu, buah yang siap
dipetik
Dan bukan karena nalarku yang
cerdik
Dan aku
Sang admiral
Karmaleya
Bersimpuh di kakimu
Blakasuta
Istriku.
Beberapa pilihan puisi Darmanto Jatman dalam Karto Iya Bilang Mboten
Jeng
Jeng,
hari ini sudah lebih dua puluh
tahun aku menulis sajak
sejak aku menulis Perahu Layar
di Remaja Nasional
Yogya, 28 Juli 1959:
Kembang layar, kembang
sibak air, ukir wajah laut
kembang layar, kembang
tabur angin, renangi langit
pada nelayan aku berteriak
lantang:
ai abang, abang
pasang layar abang, pasang
layar!
lalu hati meronta berdoa
kepada Tuhan:
O Tuhan, bawalah manusia ini
ke padang juang
bawalah manusia ini ke tempat
taburan ikan
biar hati beriak menyusuri
kehidupan.
lalu dengan alum aku pun
menembang:
kembang layar, kembang
laju ke ujung bumi, batas
langit dan laut.
Jeng,
hari ini kukumpulkan
sajak-sajakku tahun 1979/1980
lalu kuberi nama “karto iya
bilang boten”.
hari ini kembali kutanyakan
padamu
sudahkah kukatakan apa yang
seharusnya kukatakan?!
Rumah
Sang Guru Laki kepada Rabinya:
Rumah itu Omah
Omah itu dari Om dan Mah,
Om artinya O, maknanya
langitnya, maksudnya ruang,
bersifat jantan
Mah artinya menghadap ke atas,
maknanya bumi, maksudnya
tanah, bersifat betina
Jadi rumah adalah ruang
pertemuan laki dan rabinya
Karenanya kupanggil kau Semah,
karena kita serumah
Sapulah pekarangan rumah kita
bersih cemerlang
Supaya bocah-bocah dolan pada
kerasan
memanggil-manggil bulan dalam
tetembangan:
-- Mumpung gede
rembulane
Mumpung jembar kalangane
Suraka surak: Horee!
Na Na Na
Di kiri dan di kanan rumah ada
pekarangan
Di mana biasa orang menanam
empon-empon
Jahe untuk menghangatkan tubuh
kalau lagi selesma
Kencur untuk ngompres kalau
lagi babak belur
Kunir supaya anak yang
dikandung nanti kuning lencir
Lha di pojok kanan pekarangan
ada sumur
Perlu untuk membersihkan kaki
kita sebelum masuk rumah
Pertanda kita selalu resik dan
anteban
Tak ketempelan demit jin setan
periyangan
Nah
Inilah pendapa rumah kita
Mandala dengan empat saka guru
dan delapan tiang penjuru
Di atas pintu tertulis rajah:
Ya maraja Jaramaya
Yang maksudnya: Hai kau yang
berencana jahat,
berhentilah berencana!
Di sinilah kita akan menerima
tamu-tamu kita
Sanak kadang, tangga teparo
Yang nggaduh sawah, ladang
atau raja kaya kita
Merembug sesuatu yang perlu
untuk kesejahteraan bersama
Sementara di belakang pendapa
ada pringgitan
di mana kelak kau bisa duduk
bersila bersama anak-anak
Menyaksikan Ki Dalang
Karungrungan
Menghidupkan ringgit wayang di
tangannya
Medar kebijaksanaan Sastra
Jendra
Lewat tutur, suluk dan tembang
Ah Ah Ah
Rumah kita bisa bak istana
Junggringsalaka
Bila gamelan dimainkan
Dan waranggana nembang
sahut-sahutan
Sementara digandok sebelah
Para batih serumah
Biasa silih asah, silih asih,
silih asuh
Dan menyerahkan kepercayaannya
dalam rumeksa kita
Somahku
Di belakang pringgitan itulah
sentong
Di mana pusaka nenek moyang
kita memancarkan pamornya
Keris Luk Pitu, tombak Kyai
Tancep serta payung
Ra Kodanan
menjaga kita dari segala
malapetaka
Di sinilah kita samadi,
merukunkan diri dengan Allah
Membebaskan diri dari
keterikatan duniawi
Lega, lila, legawa
Menerima nasib kita
Sebelum kupadukan tubuhku
dengan tubuhmu
Sambil kutanamkan benihku
Dengan greget dan sengguh yang
tak kenal mingkuh
(Kelak, memang ada baiknya
kalau kita naikkan
Begawan Ciptoning, sunggingan
empu Kasman
Di atas slintru sentong kita
Supaya mereka pun paham
Terkadang aku jadi Mintaraga
Terkadang pula jadi Arjuna
Wiwaha
Dan kau jadi Batari Supraba)
Nah. Di muka gandok itulah
sepen kita
Dengan tanda rajah:
Ya silapa palasiya
Yang maksudnya: Hai kau yang
memberi lapar, berilah
kekenyangan!
Di atasnya Dewi Sri,
Di depan pintu Cingkarbala dan
Balaupata
Menjaga sepen kita agar tetap
sepi dari hama
Menjaga rezeki kita dari para
durjana
Merekalah yang akan membuka
pintu sepen kita
Bagi para papa yang
membutuhkan bantuan kita
Dan akhirnya
Di sanalah garase untuk kerbau
dan sapi kita!
Somahku.
Di bawah atap inilah
kuserahkan sapu rumah ke tanganmu
Supaya kaupelihara rumah kita
dengan premati
Jadikanlah ia kolam bagi
ikan-ikan
Jadikanlah ia sawah bagi
padi-padian
Jadikanlah ini rumah karena di
sinilah kasih bertempat
tinggal
Buatlah slametan
Dengan gunungan nasi kuning di
tambir
Iwak ingkung, beserta uba
rampenya
Setikang setikung
Gedungku watu gunung
Siapa mengharu biru milikku
Jadilah mangsa Kalabendu
Hu!
---------
Rabi Sang Laki:
Katakanlah, wahai katakanlah
Di mana angin bersarang,
Gelombang tidur
Awan melepaskan penatnya
Dan hari merebahkan diri
Katakan o katakanlah Guru
Lakiku
Di mana orang-orang papa
Bakal kautempatkan dalam rumah
kita?!
Sambel Bawang dan Terasi
Ngaisah Isah Isah:
Sambel cocok betul untuk kita
Pengganti lauk bagi kita yang tak
berkecukupan
Penambah selera bagi mereka yang
tak pernah kekurangan
Sambel terasi sangat bagus untuk
pencernaan
apalagi kalau dimakan dengan kol
pete dan kacang panjang
Lha sambel bawang sangat baik
untuk penambah nafsu makan
apalagi kalau untuk para petani penjual
bawang tentunya.
Ngaisah memang spesialis
sambel.
Adapun filsafat sambelnya
kalau diringkas jadi begini
bunyinya:
Dengan sambel kita memayu ayu
bawana!
Nyambel adalah profesi dan
karirnya
Sambil nyambel ia merapal
mantram-mantramnya
-- Dulit sambel
sedulit
Dulit sedulit jadi sedep
Sedep sedulit jadi rasa
Rasa sedulit jadi ruh
Ruh sedep sejagat manjinglah di sambelku
Jadikanlah keranjingan ndara tuanku
Ya Allah ya Khayun
Ya Allah ya Khodirun
Demikianlah Ngaisah Isah Isah
Mengasah kalau lagi isah-isah
Mengasoh kalau lagi ngasuh
Ulah raga kalau lagi nimba
Mencipta kalau lagi ngulek
sambel
Ia adalah wujud nyata dari
Filsafat Sosrokartanan:
-- Sugih tanpa
banda
Menang tanpa ngasorake
Di dapurnya yang mungil
Segala tetek bengek duni
modern berbaris di sana:
Ada refrigerator, ada oven,
ada rice cooker
bahkan ada pula tape recorder
yang memainkan keroncong
selagi ia kesurupan nyambel:
Semua bukan miliknya tetapi
semua adalah wewenangnya
-- Di dapur ini
den nganten cuma wenang minta
Tapi perkara sedap tidaknya, sayalah yang menentukannya!
Ialah pemangku ajaran Jeng
Gusti Pangeran Haryo
Mengkunegoro IV:
-- Rumangsa melu
anduweni
Wajib melu angrungkebi!
Sewaktu banjir bandang melanda
Sampangan
mati-matian ia menyelamatkan
barang-barang tuannya
di samping muntu dan coweknya
Ia bukan babu
Ia spesialis sambel
Seperti tuannya dokter
spesialis amandel
Ia orang merdeka
Karenanya ia juga punya etos
kerja
-- Tukang sambel
pun mbakyu
Punya angan-angan dan impian
Siapa tahu
Suatu kali akan kesampaian
Itulah Ngaisah Isah Isah
Orang merdeka yang memang
memutuskannya
Untuk jadi pelayan bagi
tuannya
Karena hanya dengan
demikianlah ia merasa
Tetap memiliki kemerdekaan
Dalam posisi ketidakpunyaannya
-- Ndara tuan
tokh membutuhkan kesetiaan saja
Seperti saya membutuhkan pengertiannya:
Begitu katanya setiap kali ia
berkaca
Dalam upacara yang disebutnya
“Mulat sarira angrasa wani”
Menggenapkan ajaran Jeng Gusti
Panutannya.
Beberapa pilihan puisi Darmanto Jatman dalam Golf untuk Rakyat
Golf untuk Rakyat
Lho. Kang Karto. Kok cuma ngelamun di kebun?
Sudah pernah main golep apa belum?
Kalau belum, ya tunggu sampai dapat dawuh
Siapa tahu, sekali sampeyan ayunkan stick sampeyan
Langsung deh dapet “hole in one”
Ini perkara pembangunan
lapangan golf di awal PJPT II di Indonesia
Den Mantri Jerohan ngendika:
Golf dapat meningkatkan
kesejahteraan rakyat!
Sedang Mantri Kanuragan
bilang: golf pertanda masyaratakat
kita sudah lebih sejahtera!
Lha iya berapa banyak lapangan golf mesti dipasang
untuk menyejahterakan 200 juta
rakyat!
Berapa tumbal mesti
dikorbankan
untuk mengempiskan
kantung-kantung kemiskinan?!
Gusti,
kami tunggu dawuh paduka!
Sementara Mantri Pagupon
pesan: Silakan bikin padang golf mister,
asal jangan gusur rumah
rakyat!
Dan Mantri Besar Jagabaya wanti-wanti:
Silakan bikin padang golf
sir, asal bangun juga sarana olahraga buat para kanoman!
Gusti,
kami tunggu sabda paduka!
Yes. You are right!
Tak gampang jadi orang “kajen
keringan”
Serba “ewuh aya ing
pambudi”
Apa ya haram memiliki vila, yacht,
jet, golf stick
buat meningkatkan citra bisnis
dan memperkuat “bargaining power”
Apa ya salah mengembangkan
keunggulan kompetitif
dengan menguasai hitech
dirgantara, samudra, persada?
Duh Gusti
Bersabdalah!
- Nenek
moyang kita sih selalu mengajar kita hidup prihatin
Tapi tak pernah mengajar kita kiat bagaimana jadi kaya.
+ Ah. Yang bener.
Lha filsafat “ojo dumeh” itu?
“Sa beja-bejane kang lali, luwih beja kang eling lan waspada?!”
Jadi perkara padang golf ini Kang Karto,
karena menyangkut kepentingan nasional
Yang nggegirisi dan gawat keliwat-liwat
Marilah sama-sama kita tunggu dawuh.
Siapa tahu, sekali sampeyan ayunkan stick sampeyan
Langsung dapat “hole ini one”
Hadiahnya bisa buat beli loji, pengganti
rumah sampeyan yang kegusur Raden Sukosrono
bolehnya muter taman golf internasional ke Indonesia!
Patriotisme Kromo
Indonesia Incorporated:
Mengubah ambisi jadi dedikasi!
Pulang studi dari Jepang
Kromo belanja semangat bushido
belajar melukis sumi’e
sembari latihan kendo
di desanya, di kebon mbako.
Kalau mau gemah ripah loh jinawi
Indonesia mestinya jadi perusahaan saja
Ada presiden direkturnya, ada presiden komisarisnya,
satpam, serikat sekerja,
tapi yang penting, ada Basic Philosophy nya!
Ini bukan sekedar transformasi budaya
Ini metamorphoses bangsa!
Mampir di Semaul Umdong Korea
Selatan
Kromo mengembangkan
gagasannya:
Kanoman sebaiknya jadi brigade
pembangunan
cancut taliwanda mengubah
impian jadi kenyataan.
Generasi tua tu mestinya
berkorban
mencukupkan diri dengan
semangkuk bubur
celana pangsi hitam dan RSS
sekedar untuk bertahan
membuka harapan untuk generasi
yang akan datang
Indonesia INC
bakal mengubah warganegara jadi sumberdaya manusia
yang memiliki keunggulan kompetitif
dengan ilmu dan teknologi
berkepemimpinan demokratis
serta tentu saja filsafat dasar “post capitalism”
: Sugih tanpa bandha!
Singgah di Hong Kong
Kromo kulak Hong Sui, Goa Mia,
Dong Su dan tentu saja Hoki
Lupa Cheong Sam, Ang Pao, Amy
Yip maupun Lin Ching Shia.
“Bisnis itu hidup dan hidup
itu bisnis!”
“Bekerja cari uang itu untuk
orang melarat
membiarkan uang bekerja untuk
manusia itu konglomerat!”
“Sepatu itu biar indah tetap
di kaki,
topi biar runyam tetap di
kepala!”
Sampai di tanah tumpah
darahnya,
Nggrigak, Gunung Kidul,
Kromo merancang proklamasi
negara usaha-nya:
“Kami, para pemilik tanah air dan tenaga kerja Indonesia
dengan ini menyatakan berdirinya Indonesia INC
Kemiskinan akan kami jadikan kemakmuran
Kebodohan jadi kecerdasa
Kenistaan jadi kemuliaan!
Kami sedia bekerjasama, tapi tak sudi ketergantungan!
So. Go to hell IGGI!”
Kita telah membangun Borobudur
Kita telah bangun PLTN di
Jepara
Proyek otorita BATAM
Toni Roma’s ribs restaurants,
Sizzler,
Hard Rock Café di samping kampung
Betawi & Oud Batavia
Jadi kang, tak ada alasan
untuk muram
Bener!
Rupiah boleh jatuh di
Wallstreet,
Tembakau boleh numpuk di
Bremen,
Yayuk Basuki boleh kalah di
Wimbledon
Tapi Indonesia INC bakal tetap
jaya
seperti Nippon sejak jatuhnya
rezim Tokugawa
Kita punya Rendra
Kita punya Habibie,
Kita punya mas Prayoga, oom
Liem, eyang Oei Tiong Ham
dari pajak mereka akan kita
bangun koperasi
dan dengan koperasi, kita
angkat martabat lik Parto dan bik Meniek
Okay?!
Jadi, tak ada alasan untuk
ewuh aya mas
Mari kita rubah republik jadi
kumpeni
Satu negara perusahaan yang
tak terbayangkan
juga oleh Sun Tzu, Musashi
atau Panembahan Senopati.
Demikianlah hasil langlang buana Kang Kromo
njajah deso milang kori
Tolong jangan ditangkap
bila beda pendapat.
We’re entering postmodern era bung
Pikiran mesti terbuka
Hati mesti ikhlas dan rela!
--------------------------
Di jalan Terate di Bandung
tanggal 2 Juli 1986
Sukardal menulis:
“Saya mati korban Tibum”
lalu ia menggantung diri di
pohon tanjung
- Innalillahi wa
innailaihi rojiun
- Rest in Peace
Sukardal
Hai Tibum!
Tibum tu ya apaan sih, bisik
Moci
Lho Tibum tu ya tibum
Tibum itu bukan tissue, bukan
timba, apalagi t. shirt
Tibum itu t.i.b.u.m: tibum
Bum bum bum
E. jangan salahkan Tibum kalau
mereka merampas becakmu
lalu membuangnya ke laut Jawa
mereka cuma melaksanakan tugas
mereka!
(Astagfirullah. Ampunilah
kiranya!)
Jalan salahkan Tibum kalau
mereka merubuhkan rumah
kardusmu sepanjang rel SMG-Jkt
Mereka aparat yang patuh pada
perintah!
(Astagfirullah. Ampunilah
kiranya!)
Jangan salahkan Tibum kalau
mereka menggusur PKL
sepanjang trotoar Simpanglima
Mereka disiplin. Efektif dalam
melaksanakan instruksi
(Ampunilah wahai
Jangan biarkan Ribum jadi
bahan ejekan anak-anak ingusan:
Bum bum bum. Tibum tibum
tibum)
Seorang guru besar sosiologi
dari kampusnya berkilah:
Seperti juga birokrasi, Tibum
itu Cuma jari-jari mungil gurita
raksasa yang bernama
Pembangunan
Gurita yang juga memangsa
beribu Sukardal lagi di berbagai
negeri sedang
berkembang.
Itulah prakteknya dan itulah
teorinya. Mudheng?!
Sementara Ki Ageng Kali
bertutur:
Sebenarnya masih ada lho cara
lain untuk membangun; namun, yah
Halleluya. Puji Tuhan yang telah
membebaskan Sukardal dari
penderitaan
(Tuhan sertamu)
Halleluya. Puji Tuhan yang
telah menyelamatkan kita dari
piramida pengorbanan
(Tuhan sertamu!)
- Tapi Sukardal
bukan martir, bukan santu
Ia
mati bunuh diri!
- Ya Allah. Ampunilah ia
karena tidak mengerti apa yang dilakukannya.
- Ia bukan samurai
yang harakiri
menegakkan martabat para satria Jepang
- Ya Allah. Ampunilah ia
karena ia tidak mengerti apa yang dilakukannya.
- Amin!
- Ia bukan pejuang Intifadah Palestina
Ia manusia biasa yang mati dengan dendam dan kecewa
Ampunilah kiranya bila matinya sia-sia
Jangan permainkan namanya
Dasar lagi sial Dal Dal
Dal idul idal inah!
Dan sekarang wahai Sukardal
Katakanlah di mana rumahmu, di
surga mana
Adakah kausaksikan hati Tibum
yang gegetun
dengan luka tombak di
lambungnya
dan luka paku di telapak
tangannya?
- Wahai Sukardal
Jabatlah tangan Tibum yang mestinya jadi gembalamu
- Wahai
Tibum
Jabatlah tangan Sukardal yang mestinya jadi tugasmu menjaganya
Tuhan
bakal memberkati kalian
Mengalirlah ampun dari keluberan hati kalian
Amin!
Hei Tibum
Hei Sukardal
Merdeka!