AGROINDUSTRI KEDELAI
Kedelai merupakan komoditas
tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Selain itu, kedelai
juga merupakan tanaman palawija yang kaya akan protein yang memiliki arti
penting dalam industri pangan dan pakan. Kedelai berperan sebagai sumber
protein nabati yang sangat penting dalam rangka peningkatan gizi masyarakat
karena aman bagi kesehatan dan murah harganya. Sama halnya dengan dua tanaman
pangan sebelumnya, berbagai alternatif potensi untuk meningkatkan nilai tambah
kedelai termasuk produk sampingannya dapat dilakukan melelui pemanfaatan
teknologi pasca panen. Kedelai dapat diolah untuk menghasilkan berbagai produk
yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia, baik sebagai produk pangan,
farmasi (obat-obatan), aplikasi dalam bidang teknik (industri) dan sebagai
pakan (Gambar 1). Bahkan bungkil kedelai salah satu produk samping kedelai yang
pemanfaatannya sebagai bahan baku pembuatan pakan hampir 100% masih diimpor.
Prospek pengembangan kedelai di
Indonesia terutama untuk mengisi pasar domestik masih sangat terbuka luas,
mengingat produksi kedelai dalam negeri masih jauh dibawah jumlah permintaan
domestik. Pada tahun 1990, produksi domestik mampu mengisi pasar domestik
sekitar 83,32 persen, dan sisanya 26,68 persen didatangkan dari impor.
Kemampuan produksi dalam negeri untuk mengisi pasar domestik semakin menurun,
setelah tahun 2000 lebih dari 50 persen kebutuhan domestik dipenuhi dari impor,
dan bahkan pada tahun 2004 sudah mencapai 65 persen. Peluang pasar domestik diperkirkan
terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan kedelai dan produk
turunannya. Walaupun produktivitasnya masih rendah, pada tingkat harga yang
relatif stabil (Rp 3.000/kg) secara finansial usahatani kedelai cukup
menguntungkan, yaitu Rp 2,05 juta/ ha pada tingkat B/C 2,14. Namun demikian,
usaha ini belum mampu bersaing dalam upaya meningkatkan substitusi kedelai
impor. Melalui perbaikan produktivitas merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan daya saing komoditas ini.
Industri berbasis kedelai yang
telah berkembang adalah tempe, tauco, kecap, tahu dan susu. Namun demikian
produksi kedelai Indonesia baru mampu memenuhi sekitar 35 persen, dan sebanyak
55 persen masih diimpor. Sehingga program pengembangan kedelai dalam jangka
pendek adalah meningkat produksi dalam negeri dalam upaya mengurangi impor
untuk memenuhi kebutuhan dari industri yang telah berkembang selama ini. Baik
dalam jangka menengah maupun panjang, program pengembangan kedelai tetap
diarahkan dalam meningkatkan substitusi impor untuk memenuhi industri minyak
goreng, mentega putih dan margarin yang diharapkan mulai berkembang dalam
program jangka menengah dan industri obat-obatan dan kecantikan yang berbasis
kedelai yang diharapkan tumbuh dalam program jangka panjang.
1.1
Penerapan Aspek Manajerial Agroindustri Kedelai
1.1.1
Peluang Bisnis
Kebutuhan kedelai di dalam negeri terus meningkat
seiring pesatnya perkembangan industri pangan dan pakan olahan berbahan baku
kedelai. Sebagai bahan pangan, kedelai mengandung protein nabati yang sangat
tinggi nilai gizinya, mengandung zat radikal bebas yang tinggi sehingga sangat
bermanfaat bagi kesehatan dan sangat aman untuk dikonsumsi. Sekitar 80%
penduduk Indonesia (terutama di Jawa) mengkonsumsi makanan olahan kedelai
(fermentasi dan non fermentasi), seperti: susu kedelai, tempe, tahu, kecap,
tauco, abon kedelai, daging tiruan/meat analog (untuk vegetarian), minyak dan
bungkil kedelai, dan berbagai bentuk makanan ringan/snack (keripik, rempeyek,
dll). Berbagai produk kosmetik dan kesehatan mencantumkan kedelai dalam
komposisi bahan bakunya. Berkembangnya industri peternakan dan pakan ternak
yang menggunakan bahan baku bungkil kedelai sebagai sumber protein penting
dalam komposisi pakan unggas setelah jagung (Tangendjaja, et al, 2003). Selama
dua dekade terakhir, trend permintaan kedelai mengalami pertumbuhan yang cukup
tinggi. Produksi kedelai domestik hanya sekitar 0,71 juta ton sedang total
kebutuhan mencapai 2,02 juta ton (tahun 2004), sehingga dipenuhi dengan
mengimpor 1,13 juta ton (Damardjati, et al, 2005). Relatif rendahnya produksi
kedelai domestik diprediksi akibat merosotnya harga riil kedelai di tingkat
produsen. Penurunan harga riil diduga karena kebijakan liberalisasi impor
kedelai dengan tarif 0% yang menyebabkan harga kedelai impor lebih murah
dibanding harga kedelai lokal.
Dari segi perolehan pendapatan bersih sekitar Rp.2,1 juta/ha per musim tanam, sebenarnya prospek usahatani kedelai relatif baik. Peluang pengembangan agribisnis kedelai domestik juga masih sangat terbuka mengingat ketersediaan sumberdaya lahan, kesesuaian ekosistem lahan pertanian di Indonesia, dan tingginya market demand bagi pengusahaan kedelai. Untuk peningkatan produksi dan produktivitas kedelai, diperlukan strategi kebijakan melalui: perluasan areal tanam, peningkatan efisiensi produksi dan kualitas produk, pengembangan infrastruktur, serta penguatan dan pemberdayaan kelembagaan pendukungnya terkait petani di perdesaan termasuk dukungan stabilisasi pemasaran dan tingkat harga yang menguntungkan ebagai insentif dan keberpihakan bagi petani produsen).
Dari segi perolehan pendapatan bersih sekitar Rp.2,1 juta/ha per musim tanam, sebenarnya prospek usahatani kedelai relatif baik. Peluang pengembangan agribisnis kedelai domestik juga masih sangat terbuka mengingat ketersediaan sumberdaya lahan, kesesuaian ekosistem lahan pertanian di Indonesia, dan tingginya market demand bagi pengusahaan kedelai. Untuk peningkatan produksi dan produktivitas kedelai, diperlukan strategi kebijakan melalui: perluasan areal tanam, peningkatan efisiensi produksi dan kualitas produk, pengembangan infrastruktur, serta penguatan dan pemberdayaan kelembagaan pendukungnya terkait petani di perdesaan termasuk dukungan stabilisasi pemasaran dan tingkat harga yang menguntungkan ebagai insentif dan keberpihakan bagi petani produsen).
2.1
Strategi Bisnis
Dalam merencanakan agribisnis kedelai, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan. Yang pertama adalah ketersediaan bahan baku
kedelai itu sendiri. Bila kita akan memulai dari proses budidaya untuk memperoleh
bahan baku , hal- hal yang harus diketahui adalah :
1.
Agronomi ,Survai Lahan ,Lingkungan ,Persiapan
Lahan ,Pengolahan Lahan,Kandungan Hara,pH Tanah ,Curah Hujan dan Irigasi
,Cahaya Matahari,Penanaman,Pemupukan,Pengendalian Hama ,Pengendalian Penyakit
,Penyiangan ,Panen,Pascapanen.
2.
Input Budidaya :,Benih ,Pupuk ,Insektisida
,Pestisida ,Fungisida ,Herbisida ,Organik ,Tenaga Kerja .
3.
Pemasaran
4.
Pengolahan Hasil
5.
Mekanisasi Pertanian
6.
Keuangan
7.
Kemitraan
Untuk pengolahan dan persiapan
lahan usahatani kedelai umumnya dapat dilakukan dengan sistem borongan atau
mekanisasi (traktor) dengan biaya sekitar Rp.700.000 hingga Rp.900.000/ha
(tergantung tingkat kesulitan lahan/kondisi fisik dan letak lahan usahatani).
Sedang biaya penanaman bisa berbeda antar petani, yang umumnya menggunakan
tenaga kerja wanita dengan biaya borongan sekitar Rp.200.000 hingga
Rp.350.000/ha. Belum termasuk berbagai biaya lain (input saprodi, pemeliharaan,
panen dan pasca panen) yang dikeluarkan sebelum mengutip hasil panen, sehingga
dapat diprediksi besarnya biaya (modal) yang dibutuhkan untuk memulai usahatani
kedelai tersebut. Selanjutnya kita dapat menentukan sendiri pengolahan pasca
panen kedelai untuk meningkatkan pendapatan yang lebih baik daripada produk
tanpa diolah. Pemanfaatan teknologi industri penting untuk diterapkan disini.
Produk – produk olahan pasca panen kedelai, dapat dilihat pada uraian
sebelumnya.
Untuk pemasaran, kita dapat
memanfaatkan bentuk kemitraan dengan para pedagang, ataupun menjual sendiri
langsung. Fenomena pasar komoditas kedelai nasional sangat ditentukan oleh
kinerja produksi domestik dan kegiatan impor. Kinerja produksi yang dimaksud
terutama ditunjukkan oleh kemampuan produksi pada sentra-sentra produksi
nasional, sementara jumlah impor sangat ditentukan oleh tingkat permintaan
domestik baik untuk berbagai kebutuhan baik konsumsi, benih dan industri.
Data Departemen pertanian, Direktorat
Jenderal Bina Bina Usahatani dan Pengolahan Hasil Pertanian bahwa sampai tahun
2001 secara nasional menunjukkan adanya disparitas neraca perdagangan kedelai
dan hasil ikutan/olahannya. Tampak bahwa jumlah dan macam bentuk/produk
ikutan/olahan kedelai yang diimpor lebih banyak dibanding ekspor yang hanya
terbatas tepung kedelai. Antara tahun 1990-2001, laju impor masing-masing
6,8%/thn untuk kedelai kuning, 15,5% untuk kedelai hitam dan 25,1% untuk
bungkil kedelai .
Tingginya impor merupakan penggambaran tentang ketidakcukupan produksi dalam negeri untuk mengimbangi permintaan yang terus meningkat. Permintaan dimaksud untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi dan industri pengolahan bahan makanan dalam negeri (industri tahu/tempe), juga industri pakan ternak yang memanfaatkan kedelai sebagai bahan baku (bungkil kedelai).
Tingginya impor merupakan penggambaran tentang ketidakcukupan produksi dalam negeri untuk mengimbangi permintaan yang terus meningkat. Permintaan dimaksud untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi dan industri pengolahan bahan makanan dalam negeri (industri tahu/tempe), juga industri pakan ternak yang memanfaatkan kedelai sebagai bahan baku (bungkil kedelai).
0 komentar:
Posting Komentar
@mira_rara ツ
@Mirasandrana
hidup tuh punya tujuan ツ untuk sekarang,esok,dan masa depan ツ.bissmilahirohmanirohim ツI love Allah ツ
rengat,riau ,indonesia · http://mira-sandrana.blogspot.com
Sunting profil anda
* 161 Tweets
* 350 Following
* 88 Followers